Sejarah Keraton Yogyakarta (Keraton Jogja) yang merupakan sebuah keraton dari kerajaan Mataram telah memiliki sejarah yang sangat panjang sampai dengan keberadaannya pada saat ini. Sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta secara umum memiliki 2 versi yang sedikit agak berbeda.
Dua Versi Sejarah Keraton Yogyakarta
- Versi Pertama Sejarah keraton Yogyakarta
Menurut
versi yang pertama, Keraton Yogyakarta ini pada awalnya adalah
merupakan sebuah Pesanggrahan yanga bernama Pesanggrahan Garjitawati.
Pesanggrahan Garjitawati ini diyakini merupakan sebuah pesanggrahan kuno
yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang digunakan pada saat
iring-iringan yang membawa jenasah raja-raja kasultanan Mataram dari
Surakarta dan Kartasura yang meninggal.Para Raja Mataram yang meninggal ini biasanya akan dimakamkan di Makam Raja-raja Imogiri yang terletak di sebelah selatan Yogyakarta. Nah, pada saat membawa jenazah Raja menuju Makam Raja-raja Imogiri inilah rombongan akan sejenak beristirahat di Pesanggrahan Garjitawati.
- Versi Kedua Sejarah Keraton Yogyakarta
Sedangkan
berdasarkan versi yang kedua, Keraton Yogyakarta yang sekarang ini pada
awalnya adalah sebuah mata air bernama Umbul Pacethokan yang berada
tepat di tengah hutan Beringan. Setelah terjadinya Perjanjian Giyanti
pada tahun 1755, maka kemudian Sultan Hamengku Buwono I yang sebelumnya
mendiami Pesanggrahan Ambar Ketawang yang berada di selatan Kota
Yogyakarta ini, mendirikan sebuah keraton sebagai pusat pemerintahan di
Umbul Pacethokan ini.Kerajaan Mataram Awal Sejarah Keraton Yogyakarta
Sejarah Keraton Yogyakarta (Keraton Jogja)
tentu saja tidak lepas dari jasa Ki Ageng Pamanahan yang pada waktu itu
telah berhasil mengalahkan Aryo Penangsang yang pada saat itu merupakan
musuh dari Sultan Pajang. Atas keberhasilannya menumpas Aryo Penangsang
inilah kemudian Ki Ageng Pamanahan pada tahun 1558 Masehi mendapatkan
hadiah dari Sultan Pajang berupa tanah kekuasaan di Mataram. Di kemudian hari pada tahun 1577 Ki Ageng Pamanahan membangun sebuah keraton atau istana di daerah yang bernama Kota Gede (tepatnya di bagian selatan-timur Kota Yogyakarta) hingga akhirnya beliau wafat pada tahun 1584 sebagai pengikut setia Sultan Pajang, dan dimakamkan di sebelah Masjid Kota Gede.
Setelah wafatnya Ki Ageng Pamanahan ini maka kekosongan kekuasaan Mataram dilanjutkan dengan pengangkatan putera dari Ki Ageng Pamanahan sendiri yaitu Sutawijaya menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penguasa Mataram.
Namun
ternyata pengangkatan Sutawijaya sebagai Raja Mataram ini merupakan
keputusan yang sangat fatal bagi Sultan Pajang. Sutawijaya ternyata
tidak mau tunduk pada Kesultanan Pajang seperti ayahnya terdahulu, dan
berniat menghancurkan dan menguasai Kesultanan Pajang dan ingin
memperluas wilayah kekuasaannya. Akhirnya pada tahun 1587 pasukan Kesultanan Pajang menyerang Mataram. Namun tak dapat disangka, pasukan Sultan Pajang yang berusaha menyerang Mataram ini terkena imbas letusan Gunung Merapi yang cukup dahsyat pada waktu itu, dan akhirnya memporak-porandakan dan menghancurkan seluruh pasukan Kesultanan Pajang. Dan pada kejadian tersebut Sutawijaya dan pasukan Mataram bisa selamat.
Satu tahun kemudian di tahun 1588 Mataram menjadi sebuah kerajaan dan Sutawijaya mengukuhkan dirinya sebagai Raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati, Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama yang memiliki arti Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Sejak saat itu kemudian Kerajaan Mataram berkembang menjadi sebuah kerajaan yang besar dan menjadi penguasa besar Pulau Jawa
Wafatnya
Panembahan Senopati pada tahun 1601 kemudian digantikan oleh seorang
anaknya yang bernama Mas Jolang yang kemudian dikenal juga dengan
sebutan Panembahan Seda ing Krapyak. Setelah wafatnya pada tahun 1613,
Mas Jolang digantikan lagi oleh puteranya yaitu Pangeran Arya Martapura
dan dilanjutkan oleh kakaknya yaitu Raden Mas Rangsang yang juga lebih
dikenal sebagai Prabu Pandita Hanyakrakusuma, dan bergelar Sultan Agung
Senapati Ingalaga Abdurrahman. Pada masa pemerintahan Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung inilah kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaannya dan berkembang dengan sangat pesat di berbagai bidang. Kerajaan Mataram semakin kokoh dan makmur sampai akhirnya Sultan Agung dan digantikan oleh anaknya yaitu Amangkurat I pada tahun 1645.
Sejarah Keraton Yogyakarta Berawal Dari Perjanjian Giyanti
Masa kejayaan Kerajaan Mataram akhirnya mengalami guncangan juga. Peristiwa demi peristiwa yang berlatar belakang konflik perebutan kekuasaan dari dalam maupun luar istana akhirnya menghancurkan Kerajaan Mataram. Pada masa penjajahan Belanda, VOC mampu memanfaatkan konflik yang terjadi di istana dengan baik.
Perebutan kekuasaan di Kerajaan Mataram ini berkahir dengan adanya Perjanjian Giyanti yang terjadi pada bulan Februari di tahun 1755. Pada Perjanjian Giyanti ini memutuskan untuk membagi kekuasan Kerajaan Mataram menjadi 2 yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Dan dalam perjanjian itu juga menetapkan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan di Kasultanan Yohyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kira-kira satu bulan setelah terjadinya Perjanjian Giyanti tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono I yang pada saat itu tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang mendirikan sebuah keraton di pusat kota Yogyakarta yang kita lihat sekarang ini sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta.
Sejarah Keraton Yogyakarta Dari Sisi Filosofi Dan Mitologi
Sejarah
Keraton Yogyakarta yang panjang itu tentu saja membuat Keraton
Yogyakarta tidak dibangun dengan begitu saja. Banyak sekali nilai-nilai
folosofis yang ditanam dalam pembangunan Keraton Yogyakarta ini.
Arsitektur Keraton Yogyakarta sendiri adalah Sri sultan Hamengku Buwono I
yang merupakanseorang arsitek yang sangat hebat pada masanya. Beliau tidak begitu saja merancang bentuk bangunan keraton, namun beliau benar-benar memikirkan dan menerapkan juga berbagai nilai kehidupan dalan arsitektur bangunan maupun letak keraton. Secara umum Keraton Yogyakarta sendiri dibangun dengan sangat strategis di antara 2 sungai besar yaitu Sungai Code di timur dan sungai Winongo di Barat. Selain itu juga terlatak dalam satu garis lurus antara Gunung Merapi di utara dan Laut Kidul di selatan yang tentu saja hal tersebut memiliki makna folosofis yang sangat dalam.
Masih
banyak sekali nilai-nilai filosofis kehidupan yang terdapat pada
arsitektur Keraton Yogyakarta mulai dari interior dan eksterior. Hal
inilah yang membuat Sejarah Keraton Yogyakarta (Keraton Jogja) sangat menarik dan membuat Keraton Yogyakarta juga sebagai warisan budaya yang sangat bernilai di mata dunia.


https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.com/2017/12/5-penyebab-bayi-sering-muntah-setelah.html
BalasHapushttps://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.com/2017/12/kisah-pilu-di-balik-anak-5-tahun-yang.html
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.com/2017/12/ilmuan-nasa-erupsi-gunung-agung-bisa.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At vip99domino.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- Skype : Vip_Domino
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523